Hidden Love

 


Setelah menamatkan drama yang aku tonton yang judulnya sama dengan tulisan ini, akhirnya setelah hampir 15 tahun aku berani menulis ini. Menulis tentang seseorang yang sempat terfikir olehku bahwa dia orang yang paling pantas untuk aku jadikan pendamping hidup.

Sebelumnya aku menemukan tulisan "influenced by each other thats kind of love". Rasanya sangat menyenangkan jika ada seseorang yang banyak memberi kita cinta. Seseorang yang bilang bahwa kita orang baik. Seseorang yang bilang bahwa kita pantas untuk dicintai. Seseorang yang membuat kita mengubah fikiran dimana tadinya kita fikir sendirian selama hidup kita itu tidak apa-apa tapi setelah bertemu dengannya kita sadar bahwa mencintai dan dicintai itu sesuatu yang sangat membahagiakan.

Tapi cerita ini tidak berakhir sebahagia itu. Cerita ini berakhir dengan kesadaran bahwa ternyata cinta itu terpendam begitu lama.

_______

Aku pernah diam-diam menyukai seseorang, sampai aku sadari bahwa aku berlari kepadanya tapi dia tidak pernah berlari ke arahku.

Kisah ini dimulai saat usiaku remaja dan baru masuk asrama. Namanya sering digaungkan oleh banyak orang bahkan kepala asramaku sendiri. Sampai pada satu masa rasa penasaranku tergugah dan mencari tau.

Satu hari, saat orang tuaku berkunjung dia diundang untuk unjuk kebolehan di depanku dan kedua orang tuaku. Kepala asrama sangat menyukainya dan berharap akupun sepertinya. Setidaknya karena asal dan sekolahku saat itu sama dengannya.

Awalnya aku sedikit terganggu. Kenapa harus dibandingkan dengan seseorang yang kukenal saja tidak? Tapi di satu momen saat festival keagamaan, dia bernyanyi. Itu pertama kalinya aku tau dia bisa bernyayi. Kagumku muncul sejak saat itu.

Banyak laki-laki datang dan pergi dari pikiranku. Beranjak dewasa dan berkenalan dengan banyak lelaki hebat membuatku banyak terkagum-kagum dengan banyak orang. Tapi kekagumanku padanya tanpa aku sadari tetap berada di level terdalam hatiku. Nanti aku ceritakan kenapa.

Aku tidak terlalu memikirkannya saat itu. Aku sibuk dengan pengembangan diri dan idelisme yang tinggi tentang belajar. Yang aku tau, dia tidak melanjutkan study di asramaku. Dia pindah ke asrama favorit di kota. Asrama yang dikenal sebagai asrama orang-orang pintar. Aku tidak kecewa. Cukup senang dengan keputusannya. Sama dengan dia, akupun mengejar cita-cita dan mimpiku sendiri. 

Bertahun-tahun kita tidak bertemu hingga akhirnya takdir membawaku bertemu dengannya lagi di sebuah kota yang menjadi impianku sejak sekolah dasar. 

_______

Takdir Tuhan memang ajaib. Andai aku tidak melanjutkan pendidikanku di asrama. Andai aku tetap berangkat ke Eropa setahun setelah dia keluar dari asrama. Rasanya kita tidak akan bertemu lagi. 

Aku sebenarnya tahu dia di kota ini. Tapi itu bukan alasan utamaku pindah ke kota ini. Alasanku pindah adalah arahan kepala asrama yang selalu ingin aku menempuh pendidikan di kota ini. Ternyata arahan itu mendekatkanku padanya kembali. Setidaknya aku dan dia di satu kota yang sama. Setidaknya bibirku tersenyum ketika bertemu kembali dengannya untuk pertama kali. Setidaknya aku sadari bahwa kekagumanku pada dia masih ada di lubuk hati.

Saat menulis ini, aku cek pesanku dengannya di aplikasi sosial. Tapi kosong. Rasanya kami pernah sedikit bercengkrama saat aku remaja. Ah entah apa itu hanya halusinasiku saja atau memang sudah terhapus karena akun sosialku juga baru. Rasanya menyenangkan akhirnya bisa menceritakan tentang dia, seseorang yang awalnya aku rasa sulit untuk menuliskan kisahnya.

Di pertemuan pertama kami di kota W, tidak banyak yg dibicarakan. Aku hanya menunduk malu dan banyak bicara dengan temanku. Aku tidak menoleh kepadanya sedikitpun. Bahkan remang-remang aku mengingat pertemuan itu. Pertemuan kecil bersama teman-teman almamater di kos temanku. Yang aku ingat dia memberi saran supaya kami memberi banyak kontribusi untuk asrama nantinya, menerjemahkan buku misalnya. Tapi untukku dan temanku yang baru keluar asrama dan menginginkan banyak kebebasan, sarannya hanya angin lalu dari orang jenius yang sulit kita gapai pikirannya. 

Setelah itu aku tidak terlalu banyak berkomunikasi dengannya. Seperti biasa, mimpi dan cita-cita mengalahkan segala hal yang terkait perasaan. Apalagi saat itu ada hal besar terkait perasaan yang juga bergejolak dan menimbulkan salah faham panjang. Aku mulai berhati-hati. Tapi tidak dipungkiri rasa senangku karena kami berada di kota yang sama memberi sedikit kesenangan tersendiri.

_______

Kami kembali memulai komunikasi setelah aku lulus dari sekolah di kota W dan pulang ke rumah. Aku yang saat itu berambisi membangkitkan minat baca membuat banyak inovasi untuk penambahan buku perpustakaan. Tuhan mungkin tahu aku butuh amunisi untuk motivasiku dan Dia kirim chat dari seseorang yang aku kagumi diam-diam itu. Ya, orang ini.

Begini isi pesannya jika tidak salah 

♧ ada banyak buku di asramaku di kota jika kamu mau

♤ sebanyak apa?

♧ lumayan banyak, kalau mau aku mintakan izin kepala asrama

♤ boleh

♧ kapan ke kota W? 

♤ kalau ke kota aku kabari

Percakapan itu mengalir begitu saja tapi hatiku merasa bahagia. Dia rupanya melihat status di sosialku meskipun akhirnya hanya sekedar menawarkan buku.

Aku berangkat ke kota W. Entah apa ada acara lain atau hanya urusan buku dengan dia, aku sudah lupa. Tapi ada hal menarik tentang ini yang ingin aku ceritakan.

Aku dan dia janji bertemu di asramanya untuk cek barang dan buku yang aku ambil. Aku ajak temanku lelaki supaya tidak begitu canggung nantinya. Dia ini pendiam menurut orang-orang jadi aku rasa membawa teman laki-laki akan mencairkan suasana. Aku yang tidak tau kesehariannya dan datang dengan apa adanya. Temanku pun sama. Kemudian kita dikagetkan dengan tatakrama asrama yang sangat tinggi kepadanya sampai membuatku dan temanku malu hanya karena pakaian yang kami pakai. Dia orang penting di asramanya. Dia kemudian membawaku dan temanku ke lokasi buku yang diluar ekspektasi kami berdua. Aku kira buku itu sudah rapih dan tinggal diambil. Ternyata masih acak-acakan dan perlu banyak waktu untuk menyusunnya agar bisa dibawa. Pekerjaan yang menyita waktu, fikirku. 

Aku pamit dan berjanji kembali esok hari membawa teman lain yang mau membantu karena temanku ini harus sekolah. Supaya tidak salah kostum, malamnya aku menyuruh dua teman laki-lakiku memakai pakaian adat dan 1 teman perempuanku juga. Aku akan lama disana jadi tidak mau salah kostum lagi. Kami berangkat dan disambut baik. 

Dua teman laki-lakiku membawa buku keluar gudang. Aku dan teman perempuanku memilah dan memilih buku yang layak dan memasukannya ke dalam kardus. Cukup lama waktu yang kami gunakan sampai dia menawari kami mie instan. Aku jelas menjawab tidak. Sudah mendapat buku berkardus-kardus pun aku bahagia. Jangan lagi merepotkan hanya dengan minta cemilan atau makan. Urusan teman-temanku urusanku. Perut mereka aku yang tanggung karena aku yang ajak. Aku menolak dengan halus meskipun dia tetap bersikeras. 

Beberapa saat kemudian dia duduk diantara kami. Melihat aku yang sedang memilih buku. Rasanya gemetar dan malu. Bibirku tersenyum tapi untungnya tertutup masker yang aku pakai sejak pagi untuk menutupi kegrogian dan pipi meronaku karena bertemu dia lagi.

Dia kemudian mengajakku bicara.

♧ bagaimana kursusmu di rumah?

♤ kok tau aku punya kursus?

♧ tau lah

♤ bukannya kamu juga punya kursus di rumah?

♧ tidak

♤ bohong

♧ serius tidak ada

♤ oh, doakan saja aku

Dan dia tersenyum sangat manis.

Setelah semua selesai aku pamit pulang. Kami tidak berhubungan dan berkomunikasi lagi sejak itu. Hanya saling membalas status di aplikasi chat. Aku juga tidak menyangka dia menyimpan nomorku. 

Sedikit remang-remang kenangan masa lalu. Rasanya di usia remajaku aku pernah mengirim pesan kepadanya. Aku lupa melakui apa, tapi sekelibat ada memori dimana aku menyimpan nomornya dan berbalas pesan sebentar. Semoga tidak salah. 

_______

Sekitar satu tahun setelahnya aku memberanikan diri membuka komunikasi untuk meminta saran. Sebagai orang yang terkenal jenius rasanya aku butuh sarannya untuk studiku. Saat itu kami berkomunikais cukup intens dalam dua hari. Hanya dua hari dan setelah itu tidak ada komunikasi lagi. Satu tahun kemudian aku kembali membuka komunikasi tentang beasiswa.

Ada satu perkataannya yang selalu aku ingat sampai hari ini. Sedikit berpengaruh juga untuk pengambilan keputusan studiku. Katanya "kamu harus tau urgensitas untuk studi lanjutmu itu apa". Satu kalimat yang secara tidak sadar mempengaruhiku. Aku tersenyum dan berterimakasih.

_______

Saling membalas status terus berlanjut sampai dimana aku merasa aku dan dia mungkin bisa bersatu dan membangun hubungan baik. Dia menjadi role modelku untuk mencari sosok yang pas untuk aku bawa pulang dan kuperkenalkan pada kedua orang tuaku. Khayalku sudah sejauh itu padahal komunikasi kami tidak begitu intens. Atau mungkin dia saja? Dasar aku tukang khayal. Tapi rasanya saat itu ini adalah sebuah harapan. Meskipun entah kapan terwujud.

Harapanku runtuh seperti langit yang jatuh dari tempatnya ketika kabar besar itu datang padaku.

_______

Satu minggu sebelum ada kanar ini, dia intens menghubungiku. Bertanya terkait sekolah sampingan di kursusku. Dia seperti tertarik. Aku yang merasa ini adalah jalanku membuka hubungan baik pelan-pelan menjelaskan kepadanya daei a sampai z. Namun karena terlalu rumit aku ajak dia untuk melakukan panggilan telepon dan dia setuju. Aku sudah mempersiapkan diri. Menyiapkan suara dan mencoba menahan salah tingkahku. Aku melihat ponselku terus menerus tapi tidak ada panggilan sampai akhirnya aku tidur. Paginya dia bilang dia ketiduran. Aku hanya tersenyum tidak masalah.

Dua hari kemudian budeku masuk rumah sakit dan aku harus menjaganya. Dia mengirimku pesan untuk melanjutkan pembicaraan kami tentang sekolah sampingan. Aku foto sekitar dan mengirimkannya. Mengatakan aku sedang di rumah sakit dan berharap dia mengerti. Dia meminta maaf dan mendoakan budeku. Aku tersenyum kembali. Ada hari esok, pikirku.

Sayangnya tidak ada hari esok. Tiga hari kemudian aku datang ke asrama lamaku untuk bertemu kepala sekolah bersama teman-teman. Siang itu tidak begitu terik dan aku menikmati pertemuanku dengan teman-teman. Sampai akhirnya di depan rumah kepala sekolah, temanku berkata :

◇ dia akan menikah 

(bagai disambar petir hatiku berdetak cepat)

♤ dengan siapa? (tanyaku menahan gemetar)

◇ perempuan orang tengah, aku dapat info dari temanku yang lain

Langit tiba-tiba sangat terik rasanya. Aku masih berbaik sangka itu hanya rumor meskipun pikiranku kalut sekali. Baru kemarin kami bertukar kabar. Ah aku ingat. Saat dia mengajaku melakukan panggilan telepon dia bilang dia sedang di rumahnya. Tapi mungkin saja dia sedang liburan? Ah entahlah. Aku fokus bertemu kepala sekolah saja dulu.

Di dalam rumah kepala sekolah kami banyak bercerita tentang apa yang kami lakukan akhir-akhir ini. Sampai akhirnya kepala sekolah tiba di pembahasan tentang asisten yang dibutuhkannya untuk projek di kota W. Aku menyebutkan adikku. Lalu temanku menawarkan nama dia dan aku menoleh. Aku melihat sekeliling dan hanya aku di ruangan itu yang pernah bertemu dan berkomunikasi baik dengan si dia. Aku kemudian menjelaskan siapa dia dan bagaimana prestasinya.

Tanpa disangka kepala sekolahku juga pernah mendengar sepak terjangnya dari teman-teman pejabatnya. Padahal mereka tidak pernah bertemu. Hebat juga, fikirku. Kejeniusannya sudah tersebar dimana-mana. Aku seketika malu dan minder karena mengharapkan dia akhir-akhir ini. Kepala sekolah meminta detail informasi tentang dia dan aku jelaskan. Ini karena hanya aku yang pernah satu almamater dengan dia di asrama. Lalu entah darimana kepala sekolah menanyakan apa aku sudah menikah atau belum. Aku jawab belum. Kepala sekolah lalu bilang "yasudah sama dia saja". Aku refleks mengangkat kepala sambil berkata tidak. Hatiku bergetar, kenapa tiba-tiba kepala sekolah bicara seperti itu?. Tapi mengingat dia yang akan menikah (katanya) aku kembali terdiam. Aku memikirkan diriku yabg tidak ada apa-apanya dibanding dia. Terlalu berharap, fikirku.

Dalam perjalanan pulang dari rumah kepala sekolah aku diberi tahu temanku bahwa tadinya dia akan ke asrama. Tapi karena motornnya mogok ya jadinya tidak jadi. Aku hanya senyum ketir. Apa jadinya jika kami bertemu dalam keadaan fikiranku yang tidak karuan ini? Baik dia tidak datang.

Selang dua hari aku mendapat bom di grup almamater. Dia mengirimkan undangan pernikahan tepat sekitar 3 atau 4 hari lagi. Perempuan itu betul orang tengah dan sepertinya putra kepala asrama di daerahnya. Detak jantungku tidak bisa dikondisikan. Saat mendapat undangan itu aku sedang ada acara di kota yg sama dengan asrama lamaku. Aku harus mengkondisikan diriku supaya baik-baik saja. Aku melihat detail undangannya dengan pedih. Rasanya seperti mimpi. 

Aku kembali ingat perkataan teman perempuanku ketika kami mengambil buku sumbangan di tempat dia. "Matamu berpijar-pijar sekali gin". Aku refleks bertanya apa? Aku takut temanku melihatku terlalu bersemangat bicara berdua dengan dia yang ada di depanku saat itu. Aku sudah menutup perasaan ini supaya tidak terlihat siapapun. Bahkan sahabat-sabat terdekatku sendiri. Untungnya temanku bilang "ini liat kamu dapet buku banyak matamu bersinar banget gak bisa bohong bahagianya". Oh, jawabku singkat. Untung.

Aku juga pernah tanpa sadar mendengar namanya disebut lagi. Kali ini via telpon dari temanku di salah satu asrama tengah. Guyonan kami saat lebaran dimana temanku bilang kenapa aku tidak menikah dengan si dia saja? Aku otomatis diam. Kenapa selalu tanpa diduga nama dia muncul di hidupku. Tiba-tiba seperti ini? Selalu.

Lalu melihat undangan itu perasaanku campur aduk. Tekadku hanya satu, jangan sampai ada yang menyebut namanya lagi di depanku.

_______

Tuhan memang tidak semudah itu kepadaku. Mungkin dosaku karena mengharapkan dia yang memang bukan ditakdirkan untukku. Selang beberapa jam kemudian namanya disebut lagi. Kali ini temanku bertanya apa aku akan berpartisipasi untuk hadiah pernikahan atau tidak. Mau tidak mau karena itu sudah menjadi tradisi kami aku meng-iyakan. Beberapa jam kemudian lagi, temanku meminta pendapat kado yang bagus untuk dia. Tuhan sudah 2x namanya disebut. Aku dengan berusaha tenang memberi saran sebaik-baiknya. Pahala, fikirku. Lalu di hari pernikahannya aku tidak membuka grup almamater sama sekali.

Tuhan sepertinya mengujiku. Adikku malah mempostingkan foto pernikahan dia dan itu sampai kepadaku. Aku yang sudah menahan hal ini kaget dan otomatis melempar ponsel. Tapi kemudia aku mengambilnya lagi, melihatnya dalam getir, lalu mendoakan. Semoga mereka bahagia sampai surga. Satu bulan setelahnya baru aku tau dari temanku bahwa adikku yang menulis ucapan pernikahan di kado yang aku pilihkan untuk dia. Aku benar-benar tidak sangka Tuhan akan membuat perasaanku campur aduk lagi. Kenapa harus selalu ada pembahasan yang berhubungan dengan dia? Apalagi adikku sangat semangat bercerita bahwa pernikahan itu didoakan oleh 7 kepala asrama. Disitu aku mulai sadar, doaku kalah oleh doa 7 kepala asrama itu. Pamitku adalah aku tidak akan berhubungan apapun lagi dengan dia.

_______

Sampai satu hari..

Aku iseng mengecek kontak dia yang tiba-tiba hilang dari ponselku padahal tidak pernah aku hapus. Apa aku diblokir? fikirku. Tapi untuk apa? Apa aku buat kesalahan?. Pikiran ini terngiang-ngiang di kepalaku sampai akhirnya suatu hari ada nomor baru mengirim pesan kepadaku. Di tengah malam, disaat aku sedang merefleksi kakiku yang kesakitan dengan cairan dair kota W di pintu kamar mandi.

♧ ini aku, bisa bicara tentang sekolah sampingan itu?

Aku terkejut. Jelas aku terkejut. Apalagi melihat foto di akunnya sedang bahagia bersama istrinya. Aku langsung mengirim pesan itu kepada sahabatku. Dia bilang balas kalau sudah siap saja, meskipun sahabatku juga merasakan keanehan kenapa dia tiba-tiba mengirim pesan seperti itu di tengah malam menggunakan nomor baru.

Aku punya benyak pikiran sebelum akhirnya aku balas pesannya dua hari kemudian, saat pikiranku sudah tenang.

1. Kenapa dia mengirimiku pesan tengah malam? Bukannya bisa esok hari?

2. Ini nomor siapa? Bukannya dia punya nomorku? Ternyata setelah aku cek kemungkinan itu nomor istrinya. Tapi kenapa? Kenapa tidak pakai nomornya saja?

3. Apa dia mengirimiku pesan sambil berdialog dengan istrinya sebelum tidur? Sampai-sampai tidak berfikir ulang untuk mengirimiku pesan di tengah malam dimana itu waktu istirahat?

Esoknya, pertanyaan ini bertambah dengan pengakuan dari adikku bahwa dia meminta nomorku kepada adikku.

Apa yang terjadi? Kenapa dia minta nomorku? Jelas-jelas dia menyimpan nomorku? Aneh benar.

Setelah pikiran rumit itu aku akhirnya menjawab : "maaf coba kamu cari info sekitar tempat tinggalmu. Aku belum mahir tentang ini, lagian tiap kota biasanya beda aturan". Dan dia hanya jawab "baik, terimakasih".

Kubalas begitu supaya tidak berlarut dalam percakapan panjang. Jujur saat itu aku masih sedikit kecewa. Balasanku untuk melindungi diriku supaya tidak berharap kepada yang bukan hak ku. Dan aku tau itu paling benar. Memutus komunikasi bukan dengan tujuan memutus silaturahim, tapi memberi hatiku waktu untuk menyembuhkan diri. Ini yang terbaik dan terbukti mujarab.

Satu minggu setelah kejadian itu nomornya aktif kembali. Dia memberikan info di statusnya bahwa ponselnya sudah aktif kembali. Aku mulai berfikir lagi : apa dia sengaja tidak mengaktifkan ponselnya karena akan menikah? Atau untuk mengjapus jejak pesan dengan teman-temannya sebelum menikah? Atau ingin fokus berbulan madu? Entahlah.

_______

Awal tahun ini kotaku terkena gempa. Aku menyebarkan info melalui status di akun sosialku. Sialnya, dia tiba-tiba muncul dan kembali mengirimi pesan. Kali ini menggunakan nomornya. Tuhan apalagi ini? Aku sudah tidak ingat dia lagi tapi dia datang lagi.

Dia banyak bertanya kali ini. Dari obrolan ini aku tau kalau dia ingin mengembangkan asrama istrinya. Aku jawab dengan detail sampai ke akarnya terkait administrasi, rekrutmen, dan banyak hal lain. Hanya saja dari beberapa jam kita berbincang melalui pesan, ada beberapa hal yang menjadi catatanku sendiri.

1. Kenapa selalu bertanya padaku? Apa dia tidak ada teman lain?

2. Kenapa harus bertanya terkait pekerjaan disaat rumahku dilanda gempa? Bukannya baiknya mendoakan dulu?

3. Aku sudah menjelaskan banyak tapi di akhir dia menghilang. Bahkan tidak ada kata terimakasih padaku yang sudah menjelaskan di tengah gempa. Ini manner bukan si?

Dari situ respect ku pada dia sedikit berkurang. Kekagumanku juga. Pikiranku dibukaan dengan sikapnya sendiri. Mungkin ini yang membuat kami tidak disatukan oleh Tuhan. 

Dan akhirnya, hari ini aku berani menuliskan tentang dia dengan harapan semoga tulisan ini jadi kenangan di kemudian hari. Aku tidak akan kembali jatuh di tempat yang sama. Setiap tulisan tentang laki-laki yang aku buat diiringi dengan harapan bahwa aku sudah melupakan segala perasaanku kepada laki-laki ini dan akan memulai hidup baru lagi tanpa bayangan dia. Semoga keputusanku tepat.

Terimakasih kepada diri sendiri sudah mau menasehati diri sendiri dikala diri sendiri gundah. Terimakasih drama yang aku tonton karena sudah memberikan kekuatan untuk tulisan panjang ini. Terimakasih kepada dia yang namanya tidak akan kusebut lagi. Semoga kita semua bahagia.

0 Komentar