Oke sedikit bercerita malam ini.
Sampai hari ini, udah 5 kota yang gue singgahin. Dari Sumedang ke Bandung lalu Jogja lalu solo lalu Semarang dan saat ini posisi lg di Demak. Banyak tempat yang didatangi, banyak makam yang diziarahi. Banyak wisata yang dikunjungi. Beberapa teman ditemui.
Kenapa akhirnya gue cerita sekarang? Karena rasanya beda aja.
Bandung, dengan segala keruwetan pekerjaan.
Jogja, dengan segala perhitungan efisiensi wisata, waktu, dan biaya.
Solo, tempat transit. Disini gue cuma diem aja di stasiun nunggu pindah kereta.
Dan Semarang, dengan jarak antar tempat yang jauh, lebih panas dari kota lain, dan hati yang sedikit agak kurang khusyu saat berdoa. Entah.
Tapi Demak, dengan segala kesederhanaannya memikat hati dan pikiran bahkan sejak pertama mobil melewati gapura "selamat datang di kota wali".
Perasaan langsung getir. Pikiran panas. Ketidakbaikan perilaku selama ini tiba-tiba muncul. Kalo gak ditahan, gue mewek si di mobil.
Sampai di alun-alun turun. Alhamdulillah dapat penginapan persis pinggir masjid. AC dan kamar mandi dalam. Buka pintu langsung keliatan alun-alun demak dan mesjid.
Ashar gue memutuskan sholat di masjid. Gue bahkan ngapus semua makeup dan skincare yang melekat sejak Semarang. Apalagi spf yang gue pake sejak di Semarang. Ini Demak. Kota wali. Ndak usah dandan disini. Ndak usah takut kepanasan disini, pikirku.
Baru masuk gue duduk. Awalnya gue gatau masuk ke tempat perempuan lewat mana. Tiba-tiba ada ibu-ibu pake mukena datang dari arah barat. Gue ikutin ke arah tempat wudhu dan tempay sholat perempuan.
Ini kedua kalinya gue ke demak. Pertama kali dulu pas MTs. Sekitar 10 tahun lalu dan lupa. Di ingatan cuma ada masjid dan makam.
Baru masuk ada ibu-ibu lainnya yang nyapa dan bilang
"Sholate depan yuk mbak".
"Nggih", gue jawab sambil senyum.
"Mau pake ini mboten? Sejadah. Berdua".
"Nggih matur nuwun buk", jawab gue.
Rakaat pertama lancar. Masuk rakaat kedua, mata berair. Pikiran kemana-mana. Sekuat tenaga baca bacaan sholat. Sampai akhirnya di salam kedua air mata netes. Ndak tau kenapa.
Wiridan masih bisa gue tahan biar gak banyak netes. Ibu itu pamit. Gue tanya asalnya dari mana, ibunya jawab "saya orang sini".
Setelah wirid semua jamaah doa masing-masing. Disaat itu air mata gue semuanya tumpah. Keluar tanpa bekas. Gak tau kenapa. Pikiran kemana-mana. Inget dosa iya. Inget keluarga iya. Inget hidup iya. Inget orang-orang yang selalu gue repotin iya. Inget keluhan-keluhan gue selama ini iya. Inget mati iya. Gusti. Bener-bener luar biasa perasaan itu. Sesek, sakit hati, minta ampun, terimakasih, bersyukur, penyesalan, keluar semua jadi air mata yang gak berhenti selama 5 sampe 10 menit. Harapan orang tua, harapan diri sendiri, jadi satu netes di air mata yang berujung sujud panjang sekali.
Rasane gak plong banget. Tapi dari pertama nginjek tanah demak, gue bertekad menghilangkan segala penyakit hati dan kejelekan yang gue lakuin selama ini. Pengen tenang ibadah. Pengen doa banyak-banyak.
Satu jam kemudian temen dateng dan ngajak ziarah. Dia pimpin tahlil di makam raden fatah dan sunan kalijaga. Adem rasane. Air mata sudah mau netes tapi tak tahan lagi. Jangan, pikir gue.
Setelah maghrib temen gue, suaminya, dan ponakannya yang lucu pamit. Gue makan dan balik ke penginapan.
0 Komentar