Kecakapan Komunikasi

 

Kecakapan komunikasi (communication skills) adalah kemahiran seseorang dalam menyampaikan atau menerima informasi. Communication skills merupakan salah satu soft skills yang memiliki frekuensi tinggi. Hal ini dikarenakan communication skills sangat berguna dalam membangun hubungan dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Alquran menyebut komunikasi sebagai fitrah manusia :

الرّحمن ○ علّم القران ○ خلق الإنسن ○ علّمه البيان

Artinya : (Tuhan) yang Maha Penyayang. Yang telah mengajarkan Alquran. Dia menciptakan manusia. mengajarinya pandai berbicara.

Menurut Al-Syaukani, kata al bayan dalam ayat keempat dimaksudkan dengan kemampuan berkomunikasi. Dengan demikian, secara tidak langsung Allah Swt menegaskan pentingnya kecakapan berkomunikasi untuk manusia.

Kecakapan berkomunikasi dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu :

1.       Kecakapan mendengarkan.

Dalam Alquran surat Az Zumar ayat 18 :

 

ٱلَّذِینَ یَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَیَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥۤۚ أُو۟لَـٰۤئِكَ ٱلَّذِینَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُولَـٰۤئِكَ هُمۡ أُو۟لُواالۡأَلۡبَـابِ

Artinya : (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah Swt dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.

 

Kecakapan mendengarkan termasuk diantaranya adalah menjadi pendengar yang aktif (active listening) yaitu memberikan perhatian dan fokus pada lawan bicara dengan cara bertanya atau rephrasing (mengatakan dengan cara lain). Active listening dapat menumbuhkan dan membiasakan rasa hormat pada lawan bicara. Selain itu, dalam kecakapan mendengarkan juga ada Sharing feedback. Dalam berkomunikasi perlu adanya feedback supaya komunikasi tersebut terjalin dua arah. Selanjutnya emphaty. Maksudnya kita tidak hanya mendengarkan dan mengerti tapi juga merasakan emosi yang sama dengan lawan bicara. Empati merupakan hal mendasar yang sangat penting dalam kecakapan komunikasi. Empati memberikan kita referensi bagaimana harus memberi feedback terhadap lawan bicara. Selanjutnya ramah (friendliness/friendly) yaitu berbicara dan mendengarkan dengan atitud yang positif, bersifat open minded dan tidak bersifat menghakimi (judgmental). Ada pula responsif yaitu memberikan respon secepat mungkin. Perilaku responsif dapat menjadi nilai plus karena membuat lawan bicara tidak menunggu terlalu lama untuk mendapat feedback.

Beberapa contoh kecakapan mendengarkan tersebut diatas dapat r=dirangkum dalam tiga konsep yang tertuang dalam asmaul husna yaitu as-sami’, al ‘alim, al hakim. Mendengarkan akan memberikan kita pengetahuan yang membuat kita menjadi orang yang bijak dalam menentukan sesuatu. Beberapa contoh tentang kecakapan mendengarkan adalah sebagai berikut : Ath’ bin Abi Rabah berkata, “ada seorang lelaki menceritakan kepadaku suatu cerita, maka aku diam untuk benar-benar mendengarnya seolah-olah aku tidak pernah mendengarkan cerita itu, padahal sungguh aku pernah mendengar cerita-cerita itu sebelumnya.” (Syair A’laam An Nubala. Selain itu Imam Hasan Al Bashri juga pernah berpesan “apabila engkau sedang duduk berbicara dengan orang lain, hendaknya engkay bersemangat mendengar melebihi semangat engkau berbicara. Belajarlah menjadi pendengar yang baik. Janganlah engkau memotong pembicaraan orang lain”.

 

2.       Kecakapan berbicara.

Dalam kitab Arba’in Nawawi dijelaskan hadits mengenai berkata yang baik yaitu :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.

رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berbicara merupakan bentuk komunikasi verbal yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Sebagaimana yang ditulis Kecakapan berbicara termasuk diantaranya adalah confidence atau percaya diri. Saat berbicara di depan satu atau banyak orang, rasa percaya diri tentu membantu seseorang agar tidak gugup dan terbata-bata. Rasa percaya diri dapat ditunjukan dengan body language seperti eye contact dan berdiri tegap atau berbicara dengan intonasi yang baik dan benar. Selain itu juga ada intonasi. Intonasi yang benar dapat membuat pesan yang dimaksudkan oleh pembicara sampai kepada lawan bicara dengan baik sehingga meminimalisisr kesalahfahaman. Selanjutnya body language (nonverbal cues). Dalam berkomunikasi ada beberapa hal yang cukup atau bahkan perlu menggunakan bahasa tubuh sebagai alat komunikasi seperti ekspresi atau eye contact. Pemilihan kata juga menjadi bagian penting dalam kecakapan berbicara. Kata dan bahasa yang digunakan harus dipilih dengan hati-hati supaya pesan tersampaikan dengan baik dan tidak menyinggung.

Pada hakikatnya, mendengar/menyimak dan berbicara adalah suatu kesatuan yang sulit dipisahkan. Dalam bukunya The Power of Language, Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru mengatakan :

“Sesungguhnya kita harus bisa menyimak jika ingin bicara dengan baik. Itu karena kita harus mendengar lawan bicara kita agar bisa memahami ucapannya. Dengan memahami lawan bicara kita, kita sudah memiliki fondasi untuk bisa membangun kata-kata kita dengan baik. Selain itu, menyimak adalah garis terdepan yang bisa melindungi kita. Kita melakukan dosa dengan bibir dan mendapatkan lupa melalui telinga. Dengan mendengarkan banjiran kata-kata yang baik, kitab isa melindungi dan membuat diri kita bertumbuh. Telinga kita yang pertama mendapat dorongan pertumbuhan dari luar, telinga kita pulalah yang bisa membuat kata-kata orang lain yang tajam menjadi tumpul”.

 

3.       Kecakapan membaca.

Dalil membaca yang paling popular adalah Al Alaq ayat 1, iqra. Membaca merupakan salah satu bentuk komunikasi dua arah antara penulis dan pembaca. Sayangnya dalam tulisan tidak ada intinasi sehingga terkadang memberikan kesalahfahaman pembaca. Jelas ini bukan salah penulis juga pembaca. Penulis memiliki maksud tertentu dalam menulis sesuatu, pembaca pun begitu. Tapi terkadang emosi dari pembaca yang membuat maksud tertentu tersebut tersampaikan atau tidak. Pembaca yang sedang memiliki emosi yang tinggi akan membaca tulisan yang maksudnya baik sebagai tulisan yang menyindir dan kasar, pun sebaliknya. Oleh karena itu, sinergi antara penulis dan pembaca dibutuhkan agar maksud dari tulisan tersebut tersampaikan dengan baik.

Dalam hal ini kecakapan membaca bukan hanya membaca tulisan atau teks tertentu. Kecakapan membaca juga dimaksudkan dengan kemahiran melihat situasi lingkungan sekitar. Apa yang sedang terjadi, siapa, dimana, kapan, bagaimana, dan kenapa. Dalam kecakapan membaca situasi perlu kiranya enam pertanyaan itu dicari jawabannya agar supaya tidak terjadi miscommunication dan misunderstanding antara pembicara dan lawan bicara.

 

4.       Kecakapan menuliskan pendapat/ gagasan.

Berpendapat atau mengemukakan pendapat merupakan salah satu bentuk komunikasi yang tidak dilarang dalam Islam, pun di Indonesia sebagai negara demokrasi. Kebebasan berpendapat tercantum dalam Alquran dan juga Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Namun sudah tentu dalam berpendapat harus ada etika yang diikuti agar komunikasi yang terjalin dua arah tersebut bisa dilakukan dengan baik.

Beberapa etika berpendapat diantaranya adalah pertama, memberikan pendapat dalam bentuk kritik, saran, dan tanggapan. Dilakukan dengan cara bahasa yang santun, baik, dan tepat. Kedua, berpendapat sesuai kadar kemampuan atau kompetensi yang dimiliki. Seringkali dalam berpendapat, ketika permasalahan yang kita tanggapi bukan bidang yang kita kuasai akan menimbulkan judgment atau penghakiman/menghakimi. Ketiga, menghargai pendapat orang lain. keempat, meminta maaf apabila pendapat yang disampaikan tidak sesuai dengan permasalahan. Dalam berpendapat juga perlu kiranya menuangkan sumber dan referensi gagasan agar pendapat yang disampaikan lebih kuat.

Kecakapan menuliskan pendapat/ gagasan juga merupakan bagian dari kecakapan komunikasi. Seperti kata KH. Husein Muhammad, “bicara itu untuk yang hadir sedangkan tulisan itu untuk yang tidak hadir”. Selain itu Ali bin Abi Thalib juga berkata :

 

 لْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَهْ

Artinya : Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.

 

Menuliskan pendapat berarti kita memberikan pengetahuan mengenai gagasan kepada orang yang tidak hadir, baik saat ini ataupun di masa yang akan datang. Dalam menuliskan pendapat kata-kata yang digunakan harus diperhatikan agar pendapat yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasannya bahasa tidak memiliki intonasi juga ekspresi, sehingga intonasi dan ekspresinya tergantung dari emosi pembaca. Meskipun begitu, menuliskan pendapat memiliki keunggulan tersendiri. Menurut Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru :

“Ketika berbicara kita akan suli untuk mengevaluasi kembali apa yang kita katakana kecuali jika kita merekamnya. Namun jika kita Menyusun isi pikiran kita ke dalam tulisan, kitab isa mereflesikan dan merenungkan kembali pikiran kita sambil membaca tulisan tersebut.”

 

 

 

Sumber :

Alquran Al Karim

Arba’in Nawawi

Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru. The Power of Language. Ponorogo : Haru, 2020.

Muh. Syawir Dahlan. “Etika Komunikasi Dalam Alquran dan Hadis”. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15. No. 1. 2014.

https://www.indeed.com/career-advice/resumes-cover-letters/communication-skills

https://nuansaislam.com/-3291-adab-mendengar-berbicara

https://www.republika.co.id/berita/pyjh2i313/etika-berpendapat

0 Komentar